KONEKSI ANTAR MATERI - MODUL 2.3. - COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
💥Pemikiran
Reflektif Terkait Pengalaman Belajar
Coaching adalah Proses kolaborasi
yang berfokus pada solusi berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach
mefasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup , pebelajaran diri
dan pertumbuhan pribadi dari coachee.
(
Grant, 1999)
Kegiatan coaching ditandai dengan
proses eksplorasi, membangun ide, mendengar secara aktif, pertanyaan berbobot,
memancing ide dan memfasilitasi pertumbuhan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yang memberdayakan. Disamping kegiatan seperti; mentoring,
konseling, fasilitasi dan training, maka, coaching ini berbeda dari
ke empat kegiatan tersebut. Dalam kegiatan ‘coaching’, seseorang yang
bertindak sebagai coach, berfungsi untuk menstimulasi coachee agar mampu
memberdayakan pemikiran dan kapasitas dirinya sehingga memunculkan ide kreatif
yang mengembangkan performa kerja serta pertumbuhan pribadinya.
Berikut ini
penjelasan perbedaan dari masing -masing kegiatan . Disajikan dalam bentuk
Tabel ( sumber ; LMS. PGP Modul 2.3 . Coaching Untuk supervisi Akademik).
COACHING |
MENTORING |
KONSELING |
FASILITASI |
TRAINING |
|
TUJUAN |
Menuntun coachee untuk menemukan
ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang diihadapi atau mencapai
tujuan yang dikehendaki. |
Membagikan pengetahuan
keterampilan dan pengalaman untuk membantu mentee mengembangkan dirinya. |
Biasanya dilakukan ketika ada
masalah emosi dan psikologis focus pada pembenahan masa lalu dan kadang
melibatkan therapy dan pendekatan. |
Membantu memudahkan kelompoknya
dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah dan membuat keputussan untuk
meningkatkan efektifitas kelompok itu. |
Mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan trainer. |
HUBUNGAN |
|
Hubungan antara seseorang yang
berpengalaman dan yang kurang berpengalaman mentor langsung memberikan tips
bagaimna menyelesaikan masalah atau mencapai sesuatu. |
Hubungan antara seorang ahli dan
seseorang yang membutuhkan bantuan konselor bila langsung memberi solusi. |
Hubungan seseorang yang berada di
suatu kelompok dengan suatu kelompok yang difasilitasi . Fasilitator membantu
mengefektifitaskan kelompok tersebut. |
Hubungan antara seorang ahli dan
kelompok yang perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya. |
|
|
|
|
|
|
Berikut ini Paradigma
Berpikir dan Prinsip Coaching yang senantiasa sejatinya dijadikan pedoman dalam
melaksanakan ‘Coaching’
Kompetensi Inti
Coaching
A.
Ajukan
pertanyaan berdasar yang didengar dan hasil merangkum (summarizing )
B. Ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman
coachee lebih dalam tentang situasinya.
C. Pertanyaan merupakan hasil mendengarkan
yang mengandung penggalian atas kata kunci /emosi.
D. Format pertanyaan terbuka; apa,
bagaimana, seberapa, kapan, siapa, di mana .
E. Hindari pertanyaan tertutup ;
mengapa, apakah, sudahkah .
💜Pengalaman
Pengalaman pada saat saya melaksanakan kegiatan coaching ini, Luar biasa
, itulah satu kata yang dapat saya ilustrasikan pada kegiatan coaching .
Mengapa ? Karena kegiatan coaching ini membuat saya ‘tertantang’ untuk dapat
memberdayakan kapasitas coachee saya. Bagaimana saya membuat pertanyaan berbobot
untuk coachee agar dapat menstimulasi berpikir
coachee. Pengalaman pertama bagi saya , saat saya mempersiapkan kegiatan
coaching ini , baik dengan rekan sesama cgp , maupun dengan rekan sejawat di
sekolah tempat saya bertugas. Alur TIRTA , yang menjadi patokan dari pelaksanaaan
coaching, memberikan saya dan teman cgp, menetapi setiap alur tahapan pada
kegiatan coaching secara terstruktur. Pertanyaan seperti apa, bagaimana
menentukan ‘kata kunci’ dari sebuah pernyataan yang diberikan ‘coachee’ saya ,
dan kemudian senantiasa focus untuk memberi kesempatan seluas -luasnya bagi
coachee untuk mengeksplorasi kekuatan yang dimilikinya dalam rangka mencapai
tujuan dari percakapan/diskusi saat coaching berlangsung. Bagaimana saya
berperan sebagai ‘coach ‘ , yang selalu harus menguasai ‘presence’ atau
kehadiran secara penuh , dalam melakukan coaching bersama coachee. Menggiring
coachee mnyimpulkan secara mandiri dan memberikan penguatan untuk menagmbil
benang merah dari percakapan di saat coaching. Semua hal tersebut memberikan
saya kesempatan untuk mempraktikan secara langsung , proses membimbing ,
sejalan dengan makna pendidikan , yang disampaikan oleh Bapak pendidikan
nasional, bapak Ki Hajar Dewantara.
Pendiikan , bermakna, menuntun. Coaching , sebagai kegiatan menuntun coachee ,
siapapun itu , baik rejkan guru , maupun siswa , untuk memberdayakan,
meningkatkan performa kinerja, dan meningkatkan kualitas seluruh warga sekolah.
Berikut
ini video rekaman pada saat saya melaksanakan kegiatan coaching bersama rekan
cgp , dilaksanakan dalam 3 sesi , dan masing -masing cgp, mendapatkan peran
sebagai coach, coachee dan sebagai pengamat (observer ), kegiatan coaching ini juga dilengkapi dengan kegiatan Pra observasi dan Pasca Observasi coaching.
👉2. Emosi emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar.
Rasa ingin tahu lebih dalam pada materi coaching , dihubungkan dengan pengalaman nyata yang selama ini dialami saat supervisi akademik yg dilaksanakan di sekolah. Hal tersebut membuat saya semakin ingin memperdalam dan memahami teknik coaching. Dalam lms pgp (kegiatan mulai dari diri ), kita diajak untuk merefleksikan praktik supervisi, yang terkadang merupakan pengalaman yang ' traumatik' bagi guru. Saat merasakan pengalaman belajar coaching ini, kita dikenalkan teknik yang mampu memberdayakan coachee. Maka, perasaan tertarik muncul, kemudian berlanjut pada ketertarikan untuk menggali lebih dalam, pada penguasaan teknik coaching ini.
Saat
mulai berlatih praktik coaching dengan rekan sesama cgp, saya merasa menikmati
proses latihan kami. Meskipun berawal dari berlatih menggunakan skenario, dan
kemudian setelah saya melakukan coaching tanpa skenario( spontan), terasa bahwa
peran sebagai coach, membuat saya merasa menjadi seorang pendengar aktif, saya
senang memahami pandangan dan pemikiran seseorang.
Saya
belajar memahami pemikiran dan pandangan seseorang, menelusuri potensi diri,
perkembangan dan motivasinya. Sayapun kemudian belajar berbagai hal berdasarkan topik yang dibahas pada kegiatan coaching tersebut.
Karena
sejatinya, siapapun adalah guru, di manapun adalah tempat belajar.
👉3.Hal yang
sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri pada proses belajar adalah
pemaknaan saya pada kegiatan coaching. Dengan pemahaman pada tujuan coaching
serta paradigma/ prinsip kegiatan coaching.
Maka,
saya berupaya menjalankan sesuai dengan alur, prinsip dan paradigma kegiatan
sesuai dengan yang sudah dipelajari.
👉4.Hal yang
masih perlu diperbaiki dalam
pembelajaran ini yaitu saya perlu meningkatkan penguasaan kompetensi coaching
dengan lebih baik. Misalnya dalam hal presence / hadir penuh.
Kesadaran
diri dan managemen diri perlu senantiasa ditingkatkan agar presence ini dapat
dioptimalkan.
👉5.Keterkaitan
terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi.
Proses
belajar dalam kegiatan coaching, memberikan perubahan signifikan pada
kematangan pribadi dan kompetensi saya. Diantaranya, saya menjadi mampu menguasai
diri, dengan kesadaran diri ini, saya mampu melakukan hal terbaik bagi diri
saya pribadi, maupun bagi orang lain( rekan sejawat, siswa ).
Kompetensi
meningkat dalam penguasaan teknis maupun paradigma berpikir serta menunjukan
kekuatan optimum dalam menyelaraskan berbagai kebutuhan pembelajaran.
Pendewasaan
berpikir, mulai dari cara mengambil keputusan dan memaknai setiap aktifitas
yang senantiasa bermanfaat.
Penguasaan
kompetensi sosial emosional sayapun semakin meningkat, karena saya ditempa dengan
berbagai kegiatan yang menstimulasi keterampilan , seperti keterampilan
berelasi, kesadaran diri, manajemen diri. Kegiatan coaching yang saya
laksanakan dan berupaya menggunakan paradigma dan prinsip coaching yang sesuai,
telah memberikan penguatan pada berbagai aspek dalam kompetensi dan kematangan
diri.Berupaya terus berlatih menjadi seseorang yang mampu mengayomi dan
menyertai , bahkan memahami orang lain. Memberdayakan seluruh warga sekolah,
tentunya berawal dari kematangan diri pribadi serta pemantapan kompetensi diri
dalam penguasaan berbagai hal.
💥💥II. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
1.
Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan
menggeneralisasi lebih jauh.
Pertanyaan yang kemudian muncul / berkaitan adalah bagaimana memaksimalkan potensi diri pribadi agar dapat menjalankan peran sebagai guru penggerak ,dalam upaya peningkatan pemberdayaan potensi seluruh warga sekolah.
2.
Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan
( insight) baru.
Materi
coaching ini memberikan nuansa wawasan , agar kita dapat menerapkan paradigma
berpikir ' sistim among' dalam proses pendidikan dalam lingkungan dunia pendidikan. Praktik
pembimbingan yang memberdayakan akan mewujudkan manusia yang cemerlang. Setiap
potensi, minat, kemampuan , wawasan, ide, pemikiran seseorang yang tergali
dengan makmimal, akan menghasilkan sebuah kecemerlangan berpikir yang
menstimulasi kreatifitas.
3.Menganalisis
tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP ( baik tingkat sekolah maupun
daerah).
Pada
konteks sekolah, masih terdapat praktik pendidikan yang belum sesuai dengan
paradigma berfikir pendidikan. Guru yang cenderung menerapkan praktik pembelajaran berpusat masih pada
guru, siswa hanya dijadikan sebagai obyek. Guru kurang memfasilitasi siswa
untuk mengembangkan potensi, wawasan, dan minatnya. Ketika siswa memiliki
masalah, guru belum memfasilitasi siswa dengan praktik pembimbingan yang sesuai
dengan paradigma ' menuntun'. Guru belum menjadi fasilitator dalam
mengembangkan potensi siswa, sebaliknya guru cenderung ' memaksa' siswa
melakukan sesuatu, tanpa siswa tersebut faham maksud dari aktifitas yang
dilaksanakannya. Praktik coaching dalam supervisi akademik juga masih bersifat
'menjudge/ menilai' coachee , sehingga terasa membuat coachee merasa terbebani
dengan penilaian dari coach. Komunikasi pada saat supervisi juga belum
terbentuk kemitraan, supervisi masih menjadi ' momok' bagi coachee karena
proses kegiatan coaching bersifat menjudge. Tujuan supervisi lebih kepada
penilaian saja, dengan meng ' abai' kan pemberdayaan coachee.
4.
Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi.
Solusi
yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki pada akar masalah tersebut berasal.
Karena' akar masalah' dari praktik pendidikan tersebut tadi adalah Paradigma
berfikir tentang Pendidikan.
Maka
alternatif solusinya adalah dengan pembentukan ' paradigma berfikir ' benar
tentang makna mendidik, lalu diperkenalkan dengan strategi coaching yang
memberdayakan coachee (guru / murid). Coaching dengan alur TIRTA , membimbing
siswa dengan Segitiga Restitusi.
III.
Membuat Keterhubungan
1.
Pengalaman masa lalu
Saya
pernah mengalami treatment prilaku dari rekan yang ' menjatuhkan' bahkan
cenderung membunuh karakter. Hal ini menjadi ' traumatik' tersendiri bila saya
tidak mampu mengobati luka tersebut dengan tetap mengukir prestasi dalam karir
disertai ketekunan dalam pelaksanaan kegiatan positif yang membangun.
Hal
ini memberikan penguatan lebih pada saya, bahwa praktik coaching benar memebrikan coachee kepercayaan diri yang tinggi, sehingga coachee akan membangun dirinya menuju kecemerlangan .
2.
Penerapan di masa mendatang.
Konsep
' mendidik' sebagaimana pemahaman Ki Hajar Dewantara adalah membimbing/
menuntun/ mengayomi. Maka praktik coaching yang bertujuan untuk memberdayakan
coachee, telah sangat selaras dan sejalan dengan mendidik. Pada proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa, kegiatan coaching ini memberikan wahana
bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan potensi yang dimilikinya,
berdasarkan pilihannya, dan tergali potensinya yang lebih maksimum pada
penguasaan kemampuannya tersebut.
Suasana
belajar menjadi ' merdeka' , aman dan nyaman . Siswa juga mendapatkan
kesempatan untuk memilih sesuai dengan minat, potensi hasil dari pemikirannya.
Maka penerapan di masa depan,
diharapkan siswa dapat terayomi dengan lebih sempurna , terwujud manusia berkarakter , cageur bageur bener teger
singer.
3.Konsep
atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari.
Konsep
pembentukan disiplin positif, yaitu pembentukan karakter positif siswa
berdasarkan motivasi internalnya. Proses pembentukan budaya positif sekolah,
yang senantiasa memberdayakan seluruh warga sekolah. Pengoptimalan potensi
seluruh warga sekolah , dimulai dengan penyusunan keyakinan kelas/ keyakinan
sekolah. Pembentukan keyakinan kelas/ sekolah yang didasarkan pada kesepakatan
bersama seluruh warga sekolah. Maka, dengan melibatkan seluruh warga sekolah
dalam pembentukan keyakinan sekolah, akan bersemangatlah seluruh warga
melaksanakan , apa yang sudah disepakatinya. Pembentukan karakter dengan budaya
positif sekolah ini akan terlaksana dengan berkelanjutan. Praktik segitiga
restitusi juga merupakan sebuah kegiatan yang mengoptimalkan potensi warga
sekolah secara keseluruhan. Siswa mendapatkan service / pelayanan pendidikan
yang memberdayakan dirinya serta menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi
untuk bertindak dan mengambil keputusan. Pembelajaran berdiferensiasi juga
sebuah proses pembelajaran yang mengakomodir perbedaan kapasitas siswa di
kelas. Pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator
. Pembelajaran yang didesain menyenangkan serta mampu meningkatkan penguasaan
kompetensi karena proses pembelajaran memberdayakan individu kelas.
Pembelajaran sosial emosional yang terintegrasi , maupun sebagai program
tambahan di sekolah, merupakan aktifitan pendidikan yang memberikan siswa ,
kesempatan untuk merenung, merefleksikan dirinya , sehingga siswa mendapatkan
pelayanan psikis yang tepat, dan kestabilan emosi positif terbentuk dalam diri
siswa. Kestabilan diri siswa ini akan membuat siswa bahagia dan merdeka serta
bebas dari tekanan/ gangguan dari siapapun. Kemerdekaandalam proses belajar
yang bertanggung jawab, hanya akan terbentuk dengan pola pendidikan yang
menuntun sesuai konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara.
4.
Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar cgp.
Pembelajar
sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan
berkesinambungan ( continuing - learning) dari buaian sampai akhir hayat
sejalan dengan fase - fase perkembangan pada manusia.
Dari
pengertian pembelajar sepanjang hayat ini, kita fahami bahwa belajar itu tidak
pernah berhenti, tidak terbatas waktu.
Proses belajar harus senantiasa dilakukan oleh seseorang dalam rangka
mengoptimalkan kenampuannya sesuai kapasitas dan potensi dirinya. Dan dalam
proses belajar yang memberdayakan dirilah, pengembangan kompetensi akan dapat
dioptimalkan. Motivasi dari dalam diri, akan menjadi sumber utama proses
pembelajaran optimal yang memberdayakan tersebut. Motivasi yang muncul karena
memahami bahwa perlu terus belajar sepanjang hayat untuk mencapai kualitas
hidup .
Komentar
Posting Komentar